Kondisi Transmigran Masih Memprihatinkan
Kondisi para transmigran di sejumlah daerah cukup menyedihkan di tengah konsep Kota Terpadu Mandiri, model transmigrasi baru yang saat ini yang diunggulkan pemerintah. Tercatat sebanyak 239 kepala keluarga belum memiliki sertifikat tanah meski sudah menjadi transmigran sejak 9 tahun silam. Para transmigran di daerah Palu memang sudah mendapatkan sertifikat tanah seluas 2 hektar. Sayangnya, mereka hanya bisa menempati lahan seluas 0,5 hektar saja. Setelah diusut, ternyata terjadi penyerobotan lahan oleh warga asli daerah setempat, kata L. Soepomo, anggota FPDI Perjuangann DPR RI, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Masalah kepemilikan lahan bagi transmigran, kata Soepomo kepada Hot News, di daerah transmigran ternyata membawa kecemburuan sosial. Katanya, mereka (para transmigran) yang bukan asli warga sini dapat lahan, kenapa kita (warga lokal. Red) tidak? tutur Soepomo menirukan perkataan penduduk asli di sana. Akibatnya, para transmigran harus berlapang dada berbagi lahan dengan penduduk asli.
Di wilayah sekitar pantai Palu justru lebih mengenaskan. Para transmigran yang berangkat melalui Program Transmigrasi Nelayan tahun 2007, harus berlapang dada dengan hanya memperoleh rumah dari papan sederhana. Mereka juga harus siap mandiri sejak awal penempatan karena tanpa dibekali jatah hidup. Akibatnya, banyak transmigran yang memilih menjual barang-barang miliknya untuk bekal pulang ke daerah asalnya.
Lain di Palu, di daerah Rokan Hilir, para transmigran yang sudah bermukim sejak 8 hingga 9 tahun, harus bersengketa lahan dengan perusahaan minyak Kaltex. Begitu juga di Kampar, para transmigran harus berebut lahan dengan pihak perkebunan kelapa sawit. Begitu juga halnya dengan nasib para transmigran swadiri (biaya sendiri) di daerah Kampar, tepatnya Desa Beringin Lestari.
Transmigran di sana sebanyak 250 KK yang mayoritas dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Banyak dari mereka yang berangkat dengan menjual barang berharga miliknya, karena ada oknum pejabat yang memanfaatkan kesempatan itu. Para transmigran harus membayar pungli sedikitnya 6 juta rupiah untuk mendapatkan lahan transmigrasi.
Itu kita mohon agar jangan sampai terjadi lagi. Anggota dewan juga sudah mengutarakannya kepada Menakertrans Erman Suparno. Cuman, tindak lanjutnya itu bagaimana? kata Soepomo. Karena itulah, Soepomo menghimbau agar pemerintah memperhatikan masalah transmigrasi itu secara serius.
Sebelumnya, Menakertrans, Erman Suparno, mengatakan kepada wartawan bahwa pihaknya tengah menggagas konsep transmigrasi Kota Terpadu Mandiri (KTM). Konsep tersebut berdasarkan paradigma baru agar transmigrasi turut mendukung ketahanan pangan dan ketahanan nasional, serta mendorong pemerataan tingkat perekonomian daerah.
Selain itu transmigrasi bukan hanya sebagai pemindahan penduduk saja, tetapi mendukung desentralisasi industri serta mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Konsep KTM itu dengan melokalisir pemukiman transmigran layaknya sebuah kota. Nantinya, kata Erman, di daerah transmigrasi itu akan dibangun fasilitas-fasilitas pendukung yang diharapkan bisa menjadi kota tumbuh dalam jangka waktu 10 hingga 15 tahun.
Beda dengan model transmigrasi alamiah, yang mungkin bisa mencapai 50 tahun baru terbentuk kota tumbuh. Kalau dengan KTM, dimana disitu dibangun sekolah, bank atau fasilitas lainnya, mungkin akan menjadi kota tumbuh dengan cepat, katanya.
Erman juga membenarkan adanya masalah sertifikat tanah seperti yang dialami para transmigran. Menurutnya, masih ada sebanyak 239 kepala keluarga transmigran yang hingga kini mengalami kendala dalam mendapatkan sertifikat tanahnya. Hal itu disebabkan masalah regulasi daerah belaka.
Pihaknya, kata Erman, berusaha secepatnya menyelesaikan masalah tersebut dengan program percepatan sertifikat tanah, seperti yang tertuang dalam Program Percepatan Nasional (Propenas). Saya sudah berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional dan pemerintah daerah setempat untuk menyelesaikan persoalan itu. Mudah-mudahan pada tahun 2008 atau 2009 masalah itu bisa terselesaikan, katanya. (Sidik)
Senin, 23 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar